16 Juni 2015
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya
untuk tambahan, atau selain arti semantiknya.
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja
pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa.Namun perbedaan ini
masih diperdebatkan.Pandangan kaum awam biasanya membedakan puisi dan prosa
dari jumlah huruf dan kalimat dalam karya tersebut.Puisi lebih singkat dan
padat, sedangkan prosa lebih mengalir seperti mengutarakan cerita.Beberapa ahli
modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis
literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala
kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang
membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag
dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi
kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang.Bagi pembaca
hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti.Tapi
penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya.Tak
ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi.Ada
beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru.
Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber
belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi
itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'. Kebanyakan penyair aktif sekarang baik
pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi
tersebut.
Di dalam puisi juga biasa disisipkan majas yang membuat puisi itu semakin
indah.Majas tersebut juga ada bemacam, salah satunya adalah sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar.
Di
beberapa daerah di Indonesia puisi juga sering dinyanyikan dalam
bentuk pantun. Mereka
enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam membaca puisi sebagai
berikut:
·
Ketepatan
ekspresi/mimik
Ekpresi adalah pernyataan perasaan hasil penjiwaan
puisi.Mimik adalah gerak air muka.
·
Kinesik
yaitu gerak anggota tubuh.
·
Kejelasan
artikulasi
Artikulasi yaitu ketepatan dalam melafalkan kata- kata.
·
Timbre
yaitu warna bunyi suara (bawaan) yang dimilikinya.
·
Dinamik
artinya keras lembut, tinggi rendahnya suara.
·
Intonasi
atau lagu suara
Dalam sebuah puisi, ada tiga jenis intonasi antara lain
sebagai berikut :
1.
Tekanan
dinamik yaitu tekanan pada kata- kata yang dianggap penting.
2.
Tekanan
nada yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Misalnya suara tinggi menggambarkan
keriangan, marah, takjub, dan sebagainya. Suara rendah mengungkapkan kesedihan,
pasrah, ragu, putus asa dan sebagainya.
3.
Tekanan
tempo yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata
nsur-unsur puisi meliputi struktur fisik dan struktur batin
puisi
B.
Struktur fisik puisi
Struktur fisik puisi terdiri dari:
·
Perwajahan
puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi
kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak
selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal
tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
·
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang
dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra
yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus
dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan
makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
·
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata
yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran,
dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif),
imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji
dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan
seperti apa yang dialami penyair.
·
Kata
konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya
kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll.,
sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat
hidup, bumi, kehidupan, dll.
·
Gaya
bahasa, yaitu
penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan
konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis,
artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga
majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile,personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars
pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
·
Rima/Irama adalah persamaan bunyi pada
puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup:
1.
Onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal
/ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.),
2.
Bentuk
intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak
berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
3.
Pengulangan
kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya
bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
C. Struktur batin
Struktur
batin Puisi terdiri dari
1. Tema/makna
(sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan
makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun
makna keseluruhan.
2. Rasa
(feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang
sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis
kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis
dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan
dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih
kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak
bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang
terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
3. Nada
(tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan
tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte,
bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah
begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah
pembaca, dll.
Amanat/tujuan/maksud
(intention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca.
Menurut zamannya, puisi dibedakan atas
puisi lama dan puisi baru
a. Puisi
lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat
oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
1. Jumlah
kata dalam 1 baris
2. Jumlah
baris dalam 1 bait
3. Persajakan
(rima)
4. Banyak
suku kata tiap baris
a) Irama
Ciri puisi lama:
Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal
nama pengarangnya.
Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi
merupakan sastra lisan.
Sangat terikat oleh aturan-aturan
seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama
b) Mantra
adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
c) Pantun
Pantun
adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris
terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya
sebagai isi.Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak,
muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukkan ke dalam hati
d) Karmina
adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
Seloka adalah pantun berkait.
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
e) Gurindam
adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi
nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b)
Bagai rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tiada berhati lurus (c)
Istri pun kelak menjadi kurus (c)
f) Syair
adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak
a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Talibun adalah pantun genap yang tiap
bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
b. Puisi
baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas
daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
Bentuknya rapi, simetris;
Mempunyai persajakan akhir (yang
teratur)
Banyak mempergunakan pola sajak pantun
dan syair meskipun ada pola yang lain;
Sebagian besar puisi empat seuntai;
Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra
(kesatuan sintaksis)
Tiap gatranya terdiri atas dua kata
(sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis puisi baru Menurut isinya,
puisi dibedakan atas :
1) Balada
adalah puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait,
masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b.
Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait
pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi
karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”.
2) Himne
adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Ciri-cirinya adalah
lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air,
atau almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne
menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi
pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang
bernapaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di datam hati.
(Saini S.K)
3). Ode adalah puisi sanjungan untuk
orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada
anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi
tertentu atau peristiwa umum
Contoh:
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantun keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
4). Epigram adalah puisi yang berisi
tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang
berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk
dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di
depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti
tergilas.
(Iqbal)
5). Romansa
adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa
Perancis Romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang,
rindu dendam, serta kasih mesra
6). Elegi adalah puisi yang berisi ratap
tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau
keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian
seseorang.
Contoh:
Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada
berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau
berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga
kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari
berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak
bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang
ombak.
Tiada lagi.Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian
selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan
bisa terdekap
(Chairil Anwar)
7).Satire adalah puisi yang berisi
sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura yang berarti sindiran;
kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas
pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim, dsb.).
Contoh:
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan
rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa
pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(WS Rendra)
Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat
dari bentuknya antara lain:
1)
Distikon, adalah puisi
yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai). Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
2)
Terzina, puisi yang
tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
(Sanusi Pane)
3)
Kuatrain, puisi yang
tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh
:
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
4)
Kuint, adalah puisi
yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Hanya
Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
5)
Sektet, adalah puisi
yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Contoh:
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernapas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
6) Septime,
adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Mohammad Yamin)
7) Oktaf/Stanza,
adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau
puisi delapan seuntai).
Contoh:
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
8)
Soneta, adalah puisi
yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama
masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta
berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang berarti
suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari
negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena
itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”.
Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau
Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang
menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).
Contoh:
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
PulanJauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau (
c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
Puisi kontemporer
Kata
kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman
atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman.Selain itu, puisi
kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu
terakhir.Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi itu
sendiri.Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang
memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata yang makin kasar, ejekan, dan
lain-lain.
Pemakaian kata-kata simbolik atau lambang
intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting
lagi.
Tokoh-tokoh
puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:
1. Sutardji
Calzoum Bachri dengan tiga kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk Kapak
2. Ibrahim
Sattah dengan kumpulan puisinya Hai Ti
3. Hamid
Jabbar dengan kumpulan puisinya Wajah Kita
Puisi
kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu
1. Puisi
mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri
adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer.
Ciri-ciri mantra adalah:
Mantra
bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang
disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu
Mantra berfungsi sebagai penghubung
manusia dengan dunia misteri
Mantra
mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak
pada perintah.
Contoh:
Shang Hai
ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya ping
ya tak ping ya tak pong
sembilu jarakMu merancap nyaring
(Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk
Kapak, 1981)
2. Puisi
mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang
dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini
muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk
menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi
nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu
dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main.
Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
Mengutamakan
unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima,
irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud
lain yang disembunyikan (tersirat).
Contoh:
Sajak
Sikat Gigi
Seseorang lupa menggosok giginya sebelum
tidur
Di dalam tidur ia bermimpi
Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya
supaya terbuka
Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa
kembali
Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu
terlalu berlebih-lebihan
(Yudhistira Ardi Nugraha dalam Sajak
Sikat Gigi, 1974)
Menyampaikan kritik sosial terutama
terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
Menyampaikan
ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi.Dalam
hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik
puisi.
3. Puisi
konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata
wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya
menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat
lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai
ungkapan ekspresi penyairnya.
Contoh:
Doktorandus
Tikus I
selusin
toga
me
nga
nga
seratus
tikus berkampus
diatasnya
dosen
dijerat
profesor
diracun
kucing
kawin
dan
bunting
dengan
predikat
sangat
memuaskan
(F.Rahardi
dalam Soempah WTS, 1983)
Penyusunan
puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan
beberapa unsur sebagai berikut:
1. Unsur bunyi; meliputi penempatan
persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan
dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.
2. Tipografi; meliputi penyusunan
baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar
(pola) tertentu.
3. Enjambemen; meliputi pemenggalan atau
perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
3. Kelakar (parodi); meliputi penambahan
unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat dan penuh
perenungan (kontemplatif)g ke rumah di senja kala ( a )
Matkul : PBSI
Dosen : Dirgantara Wicaksono,
M.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar